Pemimpin kelompok milisi Hizbullah, Hassan Nasrallah baru-baru ini mengancam bakal menyerang Siprus jika Israel serius untuk menggempur Lebanon.
Nasrallah menuduh Siprus yang berperan besar dalam menyokong kekuatan Israel dengan mengizinkan Tel Aviv menggunakan bandara sebagai tempat latihan militer.
“Pemerintah Siprus harus diperingatkan bahwa membuka bandara dan pangkalan Siprus bagi musuh Israel untuk menargetkan Lebanon berarti pemerintah Siprus telah menjadi bagian dari perang dan kelompok perlawanan (Hizbullah) akan menghadapinya sebagai bagian dari perang,” kata Nasrallah seperti dikutip dari Reuters, Rabu (19/6).
Kenapa Hizbullah begitu serius untuk menggempur Siprus?
Pakar hubungan Siprus-Israel di Hellenic Foundation for European and Foreign Policy (Eliamep), Gabriel Haritos menganggap pernyataan Nasrallah sebagai ancaman serius.
“Hizbullah sama sekali tidak jauh. Jika mereka bisa menargetkan pinggiran Tel Aviv maka mereka bisa menyerang Siprus. Itu bukan sesuatu yang bisa dikesampingkan,” ujar Haritos seperti dikutip Middle East Eye, Rabu (19/6).
Pernyataan Nasrallah juga mendasari perilaku Hizbullah yang sudah memantau hubungan antara Siprus, Israel, dan Yunani dalam beberapa dekade terakhir.
Sebab, Siprus menjadi anggota pendiri Forum Gas Mediterania Timur yang berguna untuk menjembatani kerjasama energi antara Israel dengan beberapa negara Arab. Hal itu berpotensi memengaruhi kepentingan politik negara Mediterania terhadap konflik Israel-Palestina.
Selain itu, Siprus juga memperkuat hubungan kerja sama militer dan pengadaan senjata dengan Israel dalam beberapa tahun terakhir.
Kerja sama militer juga diperkuat saat Yunani dan Amerika Serikat terlibat latihan angkatan laut gabungan dengan julukan “Noble Dina.”
Banyak pihak berpendapat medan berbatu Siprus menyerupai bentuk lingkungan Lebanon. Ini mengapa Israel memilih untuk melatih pasukan khususnya di Nikosia.
Melihat demikian, Hizbullah merasa Siprus dapat membuka jalan untuk mengganggu stabilitas kekuatan militer Israel.
Kekuatan militer lemah Siprus
Siprus memang memiliki kekuatan militer yang tidak mampu bersaing dengan Hizbullah.
“Siprus tidak memiliki tentara yang mampu melakukan operasi melawan Hizbullah,” ungkap Haritos.
Haritos kemudian berpendapat bahwa Siprus rentan terhadap ketegangan geopolitik.
“Nasrallah melihat Siprus sebagai mata rantai terlemah dalam keseimbangan kekuatan Mediterania timur karena tidak memiliki militer yang nyata dan berada di bawah tekanan Turki,” tambahnya.
Hal itu terlihat dari rekam jejak politik Siprus yang semula bersikap anti-AS usai Washington diam-diam mendukung invasi Turki ke Nikosia pada 1974.
Namun, Nikosia justru melakukan kerja sama militer bersama Israel dan AS dengan harapan bisa mendapatkan kekuatan tambahan di negaranya.
Presiden Siprus, Nikos Christodoulides juga menyatakan pihaknya tidak akan terlibat dalam berbagai konflik militer.
“Siprus tetap tidak terlibat dalam konflik militer apa pun dan memposisikan dirinya sebagai bagian dari solusi, bukan masalah,” ujar Christodoulides dikutip Politico.
Mendengar pernyataan demikian, Nasrallah tetap bersikap skeptis terhadap pemerintah Siprus.
“Pernyataan seperti itu tidak menyenangkan, tapi tidak mencerminkan kenyataan. Siprus tidak berpartisipasi dalam keterlibatan militer apapun,” tegas Nasrallah.